Selamat membaca
UPAYA SANITASI LINGKUNGAN DI PONDOK PESANTREN ALI MAKSUM, ALMUNAWIR DAN PANDANARAN DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT SCABIES
semoga bermanfaat

judul widget leftbar

UPAYA SANITASI LINGKUNGAN DI PONDOK PESANTREN ALI MAKSUM, ALMUNAWIR DAN PANDANARAN DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT SCABIES

UPAYA SANITASI LINGKUNGAN DI PONDOK PESANTREN ALI MAKSUM, ALMUNAWIR DAN PANDANARAN DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT SCABIES


BAB I
PENDAHULUAN
I.                    LATAR BELAKANG MASALAH
Pada era globalisasi ini, tingkat komunitas pondok pesantren (ponpes) di Indonesia sangat pesat terlebih pesantren yang berbasis modern, dimana pesantren tersebut mempunyai kurikulum berbasis salafiyah dan negri. Pesantren modern ini tidak beda jauh kualitasnya dibanding instansi pendidikan negri lainnya seperti SMA, SMP, SMK maupun sejajarannya. Dalam hal ini, karena kualitas pesantren sama dengan instansi pendidikan lainnya sehingga kuantitas santri juga menjulang tinggi. Tetapi karena kuantitas tersebut menyebabkan munculnya permasalahan di bidang kesehatan ditinjau dari sanitasi lingkungan.
Sanitasi lingkungan adalah Status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebaginya (Notoadmojo, 2003). Sanitasi ponpes pada dasarnya adalah usaha masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap struktur fisik, dimana orang menggunakannya sebagai tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sarana tersebut antara lain adalah ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian, penerangan alami, kontruksi bangunan, sarana pembuangan sampah, sarana pembuangan kotoran manusia, dan penyediaan air bersih (Azwar, 1990).
Kondisi sanitasi tersebut sangat berkaitan dengan angka bibit penyakit berbasis lingkungan yang menular diantaranya penyakit kulit. Kulit merupakan bagian tubuh manusia yang cukup sensitif terhadap berbagai macam penyakit. Penyakit kulit bisa disebabkan olehbanyak faktor. Di  antaranya, faktor lingkungan dan kebiasaan hidup sehari hari. Lingkungan yang sehat dan bersih akan membawa efek yang baik bagi kulit. Demikian pula sebaliknya, lingkungan yang kotor akan menjadisumber munculnya berbagai macam penyakit (Faulkner, 2008). Menurut Dwi (2008), penyakit yang dapat berkembang pada keadaan lingkungan yang padat penduduk dan personal hygiene yang buruk antara lain; diare,disentri, penyakit cacingan, poliomyelitis, hepatitis A, kolera, thypoid,leptospirosis, malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD), dan skabies. Menurut Cakmoki (2007), skabies (gudik) adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabei varian hominis (sejenis kutu,tungau), ditandai dengan keluhan gatal, terutama pada malam hari dan ditularkan melalui kontak langsung atau tidak langsung melalui bekas alas tidur atau pakaian. Menurut Kenneth dalam Kartika (2008), laporan kasus penyakit skabies di berbagai belahan dunia masih sering ditemukan padakeadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas hygiene pribadi yang kurang baik. Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan tinjauan sanitasi pesantren di wilayah sekitar kampus Universitas Islam Indonesia yaitu Pondok Pesantren Pandanaran (Jl.Kaliurang Km 12 Sleman) dan sanitasi pesantren di wilayah asal daerah diantaranya Pondok Pesantren Yayasan Ali Maksum dan Pondok Pesantren Almunawir Bantul.

II.                  Penelitian yang Pernah Dilakukan
Penelitian ini dirancang oleh Isa M,Soedjajadi dkk dengan  judul FAKTOR SANITASI LINGKUNGAN YANG BERPERAN TERHADAP PREVALENSI PENYAKIT SCABIES Studi pada Santri di Pondok Pesantren Kabupaten Lamongan sebagai penelitian observasional yang dilakukan secara cross-sectional mulai bulan Oktober 2003 sampai dengan bulan Juni 2004 tentang prevalensi penyakit Scabies diantara para santri Ponpes di Kabupaten Lamongan, propinsi Jawa Timur.

III.                Rumusan Masalah
·         Faktor apa saja yang menyebabkan penyakit scabies tersebut menyerang pondok pesantren?
·         Upaya apa yang harus dilakukan untuk penanggulangan penyakit tersebut ?
·         Seberapa besar pengaruh upaya penanggulangan tersebut dengan peningkatan sanitasi lingkungan yang ada ?

IV.                Tujuan Penelitian
·         Mengetahui seberapa pentingnya penanggulangan penyakit scabies di pesantren
·         Mengetahui respon/tanggapan santri,pengurus,pembimbing tentang pentingnya sanitasi lingkungan terhadap penyakit scabies

V.                  Manfaat Penelitian
·         Bagi Pesantren
Dapat dijadikan sebagai salah satu tambahan pengetahuan dan masukan dalam rangka melakukan tindakan pencegahan penularan penyakit skabies.
·         Bagi Santri
Sebagai salah satu tambahan pengetahuan dalam upaya meningkatkan personal hygiene masing-masing individu dalam rangka untuk mencegah timbulnya penyakit skabies dan cara pencegahan supaya tidak menular ke santri yang lain.


·         Bagi Peneliti
Sebagai salah satu sarana untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama mengikuti masa perkuliahan di Program StudiTeknik Lingkungan dan  dapat menambah ilmu serta pengetahuan yang berkaitan dengan masalah pada sanitasi lingkungan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.                    Dasar Teori
Pesantren adalah suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-pelajaranh agama Islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggalnya (Qomar, 2007). Image yang selama ini berkembang di masyarakat bahwa pondok pesantren merupakan tempat kumuh, kondisi lingkungannya tidak sehat, dan pola kehidupan yang ditunjukkan oleh santrinya sering kali kotor, lusuh dan sama sekali tidak menunjang pola hidup yang sehat.
 Penyakit yang sering ditemukan pada pondok pesantren karena anak pesantren gemar sekali bertukar/pinjam-meminjam pakaian, handuk,sarung bahkan bantal, guling dan kasurnya kepada sesamanya, sehingga disinilah kunci akrabnya penyakit ini dengan dunia pesantren adalah SCABIES (Handri,2008). Scabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit,mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya, dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruhdunia yang disebabkan oleh tungau (kutu atau mite) Sarcoptesscabiei (Buchart, 1997; Rosendal 1997).
 Kondisi seperti ini sangat memungkinkan terjadinya penularan penyakit skabies kepada orang lain apabila para santri dan pengelolanya tidak sadar akan pentingnya menjaga kebersihan baik kebersihan lingkungan maupun personal hygiene. Sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi penyebaran penyakit skabies salah satunya adalah dengan cara memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit ini.
Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut, maka masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Dan pada akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku. Dimana tujuan dari pendidikan kesehatan ini adalah agar masyarakat, kelompok atau individu dapat berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Pendidikan kesehatan merupakan salah satu tindakan keperawatan yang mempunyai peranan yang penting dalam memberikan pengetahuan praktis kepada masyarakat. Keberhasilan penderita dalam mencegah penularan penyakit skabies pada orang lain sangat ditentukan oleh kepatuhan dan keteraturan dalam menjaga kebersihan diri. Oleh karena itu selama pengobatan dan perawatan diperlukan tingkat perilaku yang baik dari penderita. Perilaku penderita skabies dalam upaya mencegah prognosis yang lebih buruk dipengaruhi oleh sikap dan pengetahuannya tentang penyakit ini.
Pengetahuan dan perilaku penderita yang buruk akan menyebabkan kegagalan dalam tindakan penanggulangan penyakit scabies (Notoatmodjo,2008). Apabila skabies tidak segera mendapat pengobatan dalam beberapaminggu maka akan timbul adanya dermatitis yang diakibatkan karena garukan. Rasa gatal yang ditimbulkan terutama pada waktu malam hari,secara tidak langsung akan mengganggu kelangsungan hidup para santriterutama tersitanya waktu untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akan dilakukan pada siang hari seperti dalam proses belajar akan ikut terganggu. Selain itu, setelah klien smbuh akibat garukan tersebut akan meninggalkan bercak hitam yang nantinya juga akan mempengaruhi harga diri klien seperti merasa malu, cemas, takut dijauhi teman dan sebagainya (Kenneth dalam Kartika, 2008).
Adapun peraturan pemerintah tentang kesehatan lingkungan yaitu  Undang-Undang RI No. 36 th 2009 tentang Kesehatan yang dimulai dari menimbang terdiri dari 5 dasar pertimbangan perlunya dibentuk undang-undang kesehatan yaitu pertama; kesehatan adalah hak asasi dan salah satu unsur kesejahteraan, kedua; prinsip kegiatan kesehatan yang nondiskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan, ketiga; kesehatan adalah investasi, keempat; pembangunan kesehatan adalah tanggung jawab pemerintah dan masyarakat, dan yang kelima adalah bahwa undang-undang kesehatan no 23 tahun 1992 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Dalam hal ini, salah satu manfaat menambah pengetahuan dalam upaya meningkatkan personal hygiene masing-masing individu dalam rangka untuk mencegah timbulnya penyakit skabies dimana hygiene itu sendiri adalah  usaha kesehatan preventif atau pencegahan penyakit yang menitik beratkan kegiatannya baik pada usaha kesehatan perorangan maupun kepada usaha kesehatan lingkungan fisik dimana orang berada.(Soebagio Reksosoebroto,1990).
Berikut ini adalah upaya-upaya yang harus dilakukan untuk penanggulangan penyakit scabies di beberapa aspek :
·      Ventilasi dan Kelembaban Udara
Lubang Penghawaan pada bangunan ponpes harus dapat menjamin pergantian udara didalam kamar/ruang dengan baik. Luas lubang penghawaan yang dipersyaratkan antara 5% - 15% dari luas lantai dan berada pada ketringgian minimal 2.10 meter dari lantai. Bila lubang penghawaan tidak menjamin adanya pergantian udara dengan baik harus dilengkapi dengan penghawaan mekanis. Dari aspek kelembaban udara ruang, dipersyaratkan ruangan mempunyai tingkat kelembaban udara dengan kriteria buruk jika tingkat kelembaban > 90%, kelembaban Baik (65-90%). Kelembaban sangat berkaitan dengan ventilasi. Tingkat kelembaban yang tidak memenuhi syarat ditambah dengan perilaku tidak sehat, misalnya dengan penempatan yang tidak tepat pada berbagai barang dan baju, handuk, sarung yang tidak tertata rapi, serta kepadatan hunian ruangan ikut berperan dalam penularan penyakit berbasis lingkungan seperti Scabies (memudahkan tungau penyebab/Sarcoptes scabiei berpindah dari reservoir ke barang sekitarnya hingga mencapai pejamu baru.
·      Dapur dan Fasilitas Pengelolaan makanan
Syarat bangunan dapur berdasarkan aspek sanitasi, ruang dapur harus menggunakan pintu yang dapat membuka dan menutup sendiri atau harus dilengkapi dengan pegangan yang mudah dibersihkan. Dapur pada ponpes mempergunakan minyak tanah sebabagai bahan bakar, dengan kondisi dapur kotor dan didominasi warna hitam oleh karena asap. Namun dari aspek pencahayaan dan ventilasi telah memenuhi syarat, dengan sebagian sisi dapur merupakan ruang terbuka.
·         Kepadatan penghuni
Tingkat kepadatan penghuni di Ponpes lokasi observasi cenderung padat namun  masih dalam batas toleransi persyaratan. Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai minimal 3 m2/tempat tidur (1.5 m x 2 m). Namun struktur tempat tidur santri tidak berada dalam bed tersendiri, namun berada di lantai dengan menggunakan alas berbentuk tikar. Kepadatan hunian merupakan syarat mutlak untuk kesehatan rumah pemondokan termasuk ponpes, karena dengan kepadatan hunian yang tinggi terutama pada kamar tidur memudahkan penularan berbagai penyakit secara kontak dari satu santri kepada santri lainnya.

·      Fasilitas Sanitasi
Termasuk dalam aspek kesehatan fasilitas sanitasi, sebuah pondok pesantren harus memenuhi persyaratan antara lain meliputi Penyediaan air minum serta toilet dan kamar mandi. Fasilitas sanitasi mempunyai kriteria persyaratan sebagai berikut :
ü  Kualitas    : Tersedianya air bersih yang memenuhi syarat kesehatan
ü  Kuantitas              : Tersedia air bersih minimal 60 lt/tt/hr
ü  Kontinuitas : Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang membutuhkan secara berkesinambungan
·      Pengelolaan sampah.
Tempat sampah terbuat dari bahan yang kuat, tahan karat, permukaan bagian dalam rta/licin. Tempat sampah dikosongkan setiap 1 x 24 jam atau apabila 2/3 bagian telah terisi penuh. Jumlah dan volume tempat sampah disesuaikan dengan perkiraan volume sampah yang dihasilkan oleh setiap kegiatan. Tempat sampah harus disediakan minimal 1 buah untuk setiap radius 10 meter dan setiap jarak 20 meter pada ruang tunggu dan ruang terbuka. Tersedia tempat pembuangan sampah sementara yang mudah dikosongkan, tidak terbuat dari beton permanen, terletak di lokasi yang mudah dijangkau kendaraan pengangkut sampah dan harus dikosongkan sekurang-kurangnya 3 x 24 jam. Pengelolaan sampah di ponpes ini cukup baik dengan memanfaatkan ruang terbuka pondok untuk menimbun sampah, sementra tempat sampah/container tersedia berbagai sudut Pondok.
·      Pengelolaan Air Limbah.
Ponpes harus memiliki sistem pengelolaan air limbah sendiri yang memenuhi persyaratan teknis apabila belum ada atau tidak terjangkau oleh sistem pengolahan air limbah perkotaan.Saluran pembuangan air limbah (SPAL) di Ponpes tidak mengalir lancar, dengan bentuk SPAL tidak tertutup di banyak tempat, sehingga air limbah menggenang di tempat terbuka. Keadaan ini berpotensi sebagai tempat berkembang biak vektor dan bernilai negatif dari aspek estetika.
     BAB III
METODE PENELITIAN
A.      Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini adalah santri penderita scabies yang mana harus ditangani sesuai tingkat keparahan penyakit yang menularkan santri lain.
B.      Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini terdapat di kawasan pesantren di wilayah sekitar kampus Universitas Islam Indonesia yaitu Pondok Pesantren Pandanaran (Jl.Kaliurang Km 12 Sleman) dan sanitasi pesantren di wilayah asal daerah diantaranya Pondok Pesantren Yayasan Ali Maksum dan Pondok Pesantren Almunawir Bantul.
C.      Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang ditempuh oleh seorang peneliti untuk memperoleh data-data yang diperlukan yang kemudian digunakan untuk membuat hasil atau suatu kesimpulan dari penelitian. Dua metode yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian penyakit scabies dikalangan santri :
1.       Metode Eksperimen
                Kami menggunakan metode eksperimen ini dengan melakukan percobaan langsung di lapangan dengan melihat langsung situasi santri yang terkena scabies meliputi metode observasi dan dokumentasi.
2.       Metode Literatur
                Metode literatur adalah metode pengumpulan data-data yang dilakukan dengan mencari bahan-bahan yang dianggab mendukung tujuan penelitian.seperti metode catat, baca, studi pustaka.






0 komentar

Silahkan Beri Komentar Saudara...

Tes Paragraf

Judul widget rightbar

Template Oleh trikmudahseo